Kaum Moor

MOOR

Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir di sana, Islam memainkan peranan yang sangat besar. Masa itu ± berlangsung selama tujuh abad. (Yatim, 2008; 93). Sumber lain menyatakan agama Islam berkuasa di Spanyol sampai dengan delapan abad. (Latief, 1997; 311).

Ketika itu kejayaan Islam di Spanyol terwujud pada saat Abdurrahman III memerintah pada tahun 912-961 M. Bila penguasa-penguasa terdahulu memakai gelar Amir maka Abdurrahaman III menggunakan gelar Khalifah sekaligus Amir al-Mukminin. (saefudin, 2002 ; 91). Kekuatan tentaranya dibangun dengan merekrut orang-orang Berber (Barbar) di Afrika dan pasukan budak yang dibawa dari segenap penjuru Eropa Kristen. Pada priode ini, umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan, menyaingi kejayaan daulat Abbasiyah di Baghdad. Abdurrahman al-Nashir mendirikan universitas Cordova. Perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu buku. Hakam II juga seorang kolektor buku dan pendiri perpustakaan. Pada masa ini masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran. Pembangunan kota berlangsung cepat.

Pada abad ke-8 Masehi, Bangsa Finisi dan Kartago yang menguasai Semenanjung Iberia dan Afrika Utara dikalahkan oleh bangsa Arab. Bangsa Arab meminta bantuan pada kaum Berber (Barbar) untuk menguasai Spanyol. Kemudian bangsa Arab dan kaum Berber menguasai daerah ini sampai abad ke-17. Pada abad Pertengahan, bangsa Arab tersebar dari ujung Teluk Persia sampai Pegunungan Pirenia. Kaum Kristen di Eropa menyebut kekhalifahan Arab Islam ini sebagai “Saracen“. Kaum Kristen di Iberia menyebut umat Muslim sebagai Bangsa Moor.

Kejayaan Islam di Spanyol tidak dapat dilepaskan dari kaum Mor atau orang Barbar. Mor ialah nama yang dipergunakan oleh orang Romawi Timur (Bizantium) untuk orang Arab dan Barbar Muslim di Afrika Utara bagian barat yang menyeberang ke Spanyol pada tahun 709. Nama tersebut diperkirakan berasal dari kata “mauri” dalam bahasa Funisia dan dipakai dengan lafal “Moro” orang Inggris menyebut “Moor”. (Ensiklopedia Islam,1993;244-245).

Kata Moors, dalam bahasa Arab ”almar ” merupakan bentuk yang sedikit agak samar-samar yang masih digunakan oleh orang-orang barat dalam bahasa eropa sampai abad ke 19 yang ditunjukan kepada Muslim spanyol dan penduduk yang tinggal disepanjang laut tengah Afrika pada zaman dulu. Maka dari itu bentuk aslinya belum jelas. Kata ini diperoleh dari salah satu bahasa Arab (semiric) ”mahorim” untuk sebutan yang digunakan penduduk barat untuk orang-orang bar-bar. Kata maupoistia yang dalam bahasa yunani muncul pada pertama kalinya. Dipolibus, dan baru-baru ini bentuk AiБuеs telah digunakan untuk menunjukan semua penduduk yang tinggal di afrika utara setelah pengusiran besar-besaran (chartage) pada tahun 146.B.C. dalam bahasa latin mauriya menunjukan sebuah kelompok relatif yang tinggal diantara samudra atlantik dan sungai mouluya chelif yang terletak disekitar Mauretania Caesariensis dan mauretania Tingutama di provinsi roma. Kemudian maurus dalam bahasa latin mengalami perubahan bentuk menjadi maupos dlm bentuk bahasa yunani. Maka kedua bentuk ini tepatnya digunakan untuk menunjukan orang-orang Barbar secara umum di spanyol, kemudian kata mauri mengalami perubahan lagi menjadi moros, dan berdasarkan nama itu digunakan untuk penduduk penunsuela yang dikombinasi oleh para penakluk Muslim pada masa dominasi Muslim tahun (711-1492) satu priode penuh. Sampai akhirnya bentuk moros telah diadopsi kedalam berbagai bentuk bahasa Eropa (mauren, maures, mauri, mohren, Moors, moren, dsb). (Brill, 1993;235-236).

Para penulis Eropa menggunakan nama Mor untuk orang Arab Bar-bar yang tinggal disepanjang Pantai Laut Tengah dan sekitar Sahara Afrika. Kemudian secara perlahan nama tersebut hanya untuk orang Islam di Afrika Utara, terutama mereka yang hidup sebagai Nomad di Sahara Barat. (Ensiklopedia Islam,1993; h.244-245).

Tanah tempat dimana bangsa Moor tinggal disebutMauritaniaatau mauretania, nama ini berasal dari bahasa poenician “Mauharim” yang kemungkinan dari sebuah nama suku yang tinggal disi sebelum era Kristen di Afrika utara. Kata ini yang digunakan pada zaman dulu untuk sebutan orang-orang Morocco Utara (Mauretania Tingitona) dan orang-orang bagian barat laut Algeria (Caesarean Mauretania), seiring dengan perluasan makna dan kegunaannya orang-orang eropa memberikan nama Moors secara umum kepada bangsa Barbar yang tinggal sepanjang laut tengah dan Afrika sahara. Kemudian secara perlahan-lahan mereka dibedakan kedalam kelompok besar. Maka nama Moor mengalami penyempitan, dan ditujukan hanya untuk penduduk Muslim Spanyol, orang Yahudi, dan Turki asli Afrika Utara, terutama untuk penduduk Nomad Sahara.Mauritaniaadalah salah satu tanah jajahan Perancis ke 8 Afrika Barat, luas wilayahnya terbentang sampai ke utara Sinegal.

Pada era modern ini, istilah Moors juga ditemukan diluar Mauritania, kata ini digunakan untuk menunjukan kelompok Arab Barbar di selatan sinegal. Selain itu Muslim Srilanka yang jumlahnya diperkirakan sekitar 900.000 lebih banyak dari 13 juta total populasi. Mereka juga diberi nama ”The Ceylon Moors”. Mereka merupakan bagian dari keturunan Arab yang menguasai tempat yang dekat pelabuhan modern Colombo pada abad ke 2-8. Tempat ini sebut Chalembon oleh Ibnu Batutah. Sampai datangnya portugis tahun 1505. bangsa Arab memonopoli perdagangan asing Ceylon. di philipina tepatnya dipulau Mindato, istilah ”Moro War” (1901-13) digunakan untuk rangkaian peperangan antara para serdadu amerika dan kelompok Muslim, yang berperang atas konflik agama daripada untuk alasan politik. Akhirnya, moros dalam bahasa spanyol menunjukan berbagai populasi Muslim yang ada di Philipina selatan, khususnya di sulu and Archipelago dan dan di Mindanao. Seiring perluasan kegunaan, istilah ini digunakan untuk bangsa Moors dalam bahasa Aestonesia. (Brill, 1993; 236).

· Populasi

Berdasarkan kronologi kejadian dan tradisi penduduk asli yang kembali,Mauritaniadihuni oleh orang-orang Negro, kemudian seiring dengan berjalannya abad,Mauritaniadihuni oleh berbagai macam imigran Barbar. Khususnya orang-orang Sanhaja, zanat, Arab, dan kemudian menyusul orang-orang Yahudi. Orang-orang Sanhaja datang ke tanahMauritaniasebelum hijrah sebagai imigran pertama, kemudian berdasarkan perkembangan orang-orang trans-sahara mereka mengembangkan perniagaan ke beberapa kota , dan hasilnya banyak lahirnya para saudagar dari berbagai keturunan bangsa Arab, seperti, orang Arab, Barbar, Zanita, Nafusa, Lwata, Nafzawa, dsb. Pada priode yang berbeda, orang-orang Yahudi juga datang ke tanah ini untuk mencari tempat perlindungan atas perlakuan keji dari negaranya. Terakhir, orang-orang yang merepakan bagian dari kelompok Ma’kil mereka datang ke tanah ini pada abad ke 19.

Maka estimasi angka jumlah penduduk secara keseluruhan belum bisa dipastikan pada masa sekarang. Tetapi jumlah untuk masing-masing suku diperkirakan untuk orang-orang Negro yang tinggal disekitar sungai jumlahnya 36.000 Tuculor (takrur), 21,600 untuk orang-orang Sarakole dan 13.000 Wolof, fula dan bambara, dan terakhir untuk bangsa Moor Arab Barbar sebanyak 216.000. (Brill,1987; 304).

· Sejarah

Orang Arab Barbar yang beragama Islam hidup sebagai Nomad di Sahara Barat, yang oleh orang Eropa disebut bangsa Mor, pada abad ke-9 mencapai suatu daerah pemukiman Negro, yang kini disebut Mauritania. Mereka pada umumnya merupakan kelompok suku Sanhaja ayng terdiri dari Puak Lemtuna, Gundala, Bani Walet. Konfederasi tiga Puak dibawah pimpinan Tilutan,kepala Puak lemtuna, itu mampu mengalahkan kekuatan Negro dibawah kekuasaan suku Takrur yang berpusat di Ghana. Dua puluh kepala suku Negro mengatakan tunduk pada orang Sanhaja dengan memberikan upeti secara rutin.

Kekuatan orang Sanhaja dipusatkan di Azugi, kira-kira 40 mil disebelah Timur Laut kota Kiffa atau (Mauritania),tetapi pada umumnya orang Sanhaja bermukim di Audaghost, pusat transit perdagangan Sahara, yang kini diperkirakan berada dekat Tamchaket, Mauritania. Kekuasaan mereka berlangsung amat singkat. Tahun 919 konfederasi Puak-puak Mor itu pecah, sehingga dengan mudah dikalahkan oleh orang Negro. Kekuatan Negro yang berpusat di Ghana segera dapat memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke Audaghost.

Memasuki abad ke-11 (1020), orang Sanhaja kembali mengadakan konfederasi. Taisina,`pemimpin Puak Lemtuna, mencoba mendekati pemimpin-pemimpin Puak lainnya untuk bersatu kembali seperti pada masa kepemimpinan Tilutan. Upaya tersebut berhasil dan Tarsinah diserahi tugas memimpin persekutuan tersebut.

Dalam kedudukannnya sebagai kepala persekutuan Tarsinah mencanangkan program untuk mengIslamkan orang-orang Negro. Maka sepulangnya dari tanah suci Mekkah pada tahun 1023 ia bersama pasukannya melakukan perang suci namun ia tewas dalam peperangan tersebut, dan kepemimpinan konfederasi Sanhaja diserahkan kepada Yahya bin Ibrahim dari Puak Gudala.

Sebagaimana Tarsina, Yahya berangkat ke Tanah Suci melaksanakan ibadah Haji. Pada waktu pulang ia membawa serta seorang ulama dari Maroko bernama Abdullah bin Yasin untuk mengajar saudara-saudaranya yang belum mengerti agama Islam.

Pada awal ajaran Abdullah bin Yasin amat dipatuhi oleh orang Sanhaja, tetapi lama-lama ajaran itu menimbulkan kesulitan bagi kehidupan mereka yang masih punya tradisi Nomad, sehingga mereka berontak. Abdullah bersama para pengikut setianya kemudian mengungsi ke sebuah pulau dan mendirikan bangunan di dalam benteng pertahanan. Bangunan serupa dalam bahasa mereka disebut “Ribat”. Dalam benteng itu Abdullah mengajar para pengikutnya yang kian lama kian banyak. Merekalah yang kemudian menjadi kelompok Al-Murrabitun dan menjadi suatu kekuatan politik setelah mereka bergabung kembali dengan kekuatan Yahya bin Ibrahim.

Bersama-sama Yahya bin Ibrahim, Abdullah bin Yasin melakukan serangan ke Arab Sahara Barat. Mereka berhasil kembali menguasai daerah tersebut, bahkan sampai ke Senegal. Tetapi Yahya bin Ibrahim tewas dalam serangan tersebut (1050). Ia kemudian digantikan oleh Yahya bin Umar dari Puak Lemtuna. Yahya bin Umar bersama-sama dengan Abdullah bin Yasin,kemudian melakukan serangkaian ekspedisi. Ia melakukan ekspedisi ke Adrar (Al-Jazair), pusat pergerakan Suku Takrur (Negro), sementara Abdullah bin Yasin memimpin ekspedisi ke pusat Puak Baraghawata di Afrika Utara. Tetapi keduanya tewas dalam serangan tersebut. Pimpinan Al-Murrabitun kemudian dipegang oleh Abu Bakar bin Umar (w 1080), saudara Yahya bin Umar. Akan tetapi melihat bahwa keponakannya yang bernama Yusuf bin Tasyfin mempunyai ambisi yang cukup benar, Abu Bakar menyerahkan sepenuhnya ekspedisi ke arah Utara kepada keponakannya itu.

Sementara itu Abu Bakar sendiri menjadi penguasa di bagian Selatan. Ia berhasil menguasai Ghana dan menyebarkan Islam sampai ke Nigeria tapi dia tewas tahun 1080 dalam serangan ke Ragant. Kemarahannya menimbulkan perpecahan kembali dalam konfederasi Sanhaja. Dengan hilangnya kekuatan Sanhaja, pendukung utama gerakan Al-Murrabitun yang mata dipengaruhi ide-ide Abdullah bin Yasin, berakhirlah kekuasaan Islam tradisional tersebut.

Kekuasaan Islam diMauritaniamuncul kembali pada abad ke -14, dipelopori oleh bangsa`Bar-bar dari Puak Tashumsha. Mereka mewarisi perjuangan Al-Murrabitun, tetapi setelah memperoleh berbagai kemenangan. Mereka dapat dipukul kembali oleh kekuatan Negro, bahkan seluruh wilayahMauritaniadapat dikuasai oleh Negro.

Konflik antara Negro dan Mor terus berlangsung selama beberapa Abad, dari kedua kekuatan itu terus silih berganti berkuasa sampai abad ke-17, saat kedatangan para Amir dari tanah Arab yang menguasaiMauritaniahingga Abad ke-19 setelah itu mereka berhadapan dengan kekuatan Eropa yang mulai menjarah Mauritania untuk kepentingan dagang. Para penguasa dari tanah Arab itu diusir secara total oleh orang Eropa yang jauh lebih maju. Perancis menguasaiMauritania hingga awal abad ke-20 baik dalam bidang perdagangan maupun politik. ( Ensiklopedia Islam, 1993; 244-245).

· Kehidupan sosial dan ekonomi

Orang-orang Negro menguasai para petani yang merupakan sebagian besar berasal dari desa mereka di shamamah dan gorgol. sebagian besar dari mereka tepatnya menguasai daerah sinegal dari pada Mauritania. Oleh karena itu bangsa Moor hanya menempati beberapa desa berikut dengan hutan palm dan beberapa tanah peternakan di adrar, tagan, dan dhar. Mereka adalah penduduk hebat nomad yang tinggal dibawah tenda kerucut (sebagai rumah mereka) yang terbuat dari kulit unta.

Kehidupan ekonomi,Mauritaniahanya memiliki 1 pelabuhan laut, yaitu pelabuhan etinne yang terletak di tanjung penunsuela. Tetapi walau hanya 1 tempat ini menjadi tempat pemancingan. Di daerah ini tidak ada jalan yang belum dibuat, dan point pentingnya adalah semua bisa terhubung dengan adanya sarana transportasi seperti mobil dan pelayanan mobil gerbong. Sarana telepon hanya digunakan di daerah selatan, tetapi jaringannya menggunakan wireless, yang mengubungkanMauritaniadengan Dakar, Casablanca, Agadir, Bamoko dan Timbuktu.

Sumber kekayaan yang terpenting adalah ternak peliharaan sebanyak 51.000 unta, 3.800 kuda, 239.000 lembu, 2.000.000 kambing dan domba, dan 66.000 keledai. Hasil agricultural diantaranya diantaranya adalah palm didaerah utara berjumlah 3.000 ton per tahun, kemudian dibeberapa daratan lembah banyak menghasilkan tanaman berkualitas tinggi seperti milet (sejenis gandum), beras, wheat (gandum) dibagian selatan. Terakhir getah karet merupakan barang dagangan yang juga dihasilkan dari negara ini yang kemudian menjadi barang dagangan ekspor pertahun jumlahnya sebanyak 1.250-2500 ton. (Brill, 1987; 307-308).

· Kehidupan politik

Sistem pemerintahan Orang-orang Negro dipimpin oleh kepala desa dan kepala distrik, tetapi untuk bangsa Moor dikelompokan dibawah otoritas snaikh dan dibantu oleh sebuah dewan terkemuka atau disebut Djemama. Kadang-kadang beberapa suku dikombinasi secara turun temurun oleh orang amirate, dan peraturan hukum yang mereka terapkan dan pengadilan yang diakui sebagai lembaga hukum mereka diadopsi dari orang-orang Znaga atau Harathin.

· Bahasa

Bahasa yang digunakan diMauritaniaadalah bahasa Arab, hasaniata atau beida, dan sekitar 7000 orang di znaga bagian selatan mengadopsi dialek bangsa Barbar, sehubungan dengan itu dialek Barbar juga merupakan dielek yang digunakan oleh orang selata Morocco. Di wadan da Tishit. Mereka menggunakan bahasa azair (azer) bentuknya soninke, tetapi sekarang hanya digunakan oleh sebagian individu. Terakhir, orang-orang Negro yang tinggal disepanjang sungaiMauritaniayang masih mempertahankan bahasa mereka.

· Agama

Dalam sejarah tidak dijelaskan agama apa yang dianut orang-orang Sanhaja sebelum Islam, tetapi kehidupan mereka banyak dipengaruhi oleh beberapa kepercayaan monotheistic seperti agama Yahudi ataupun kristen. Pertama kali mereka mengenal Islam kemungkinan pada tahun 681 melalui Ukba bin Nafi, lalu kemudian disusul oleh Abdullah Ibnu Yassin. Dan akhirnya sekarang penduduk Mauritania adalah Muslim. (Brill, 1987; 308).

Sampai dengan abad ke-19, nama Mor masih dipergunakan untuk kelompok masyarakat Muslim yang mendiami kota-kota tertentu. Di pantai Utara Afrika sepanjang Laut Tengah, karena pada umumnya mereka adalah keturunan imigran dari Spanyol, yang lari ke Afrika Utara setelah pengusiran besar-besaran terhadap umat Islam oleh para penguasa Spanyol. Pengusiran itu mencapai puncaknya pada tahun 1609 M (Yatim, 2008; 93), karena saat itu umat Islam dihadapkan kepada dua pilihan, masuk kristen atau pergi meninggalkan Spanyol. Karena penguasa yang sah pada saat itu Abu Abdullah tidak kuasa menahan serangan-serangan yang dilancarkan oleh dua penguasa kristen, yaitu Ferdenand dan Isabella. Boleh dikatakan pada tahun 1609 M tidak ada lagi umat Islam di daerah Spanyol.

Meskipun zaman keemasan Islam di eropa sudah musnah, namun pengaruh peradaban dan perkembangan intelektual di spanyol ini menjadi faktor yang signifikan atas kemajuan barat Eropa.

Daftar Pustaka

1. Brill, E. J, First Encyclopedia of Islam 1913-1936, Vol. V. New York: Leiden, 1987

2. Brill, E. J. The Encyclopedia of Islam : New edition vol. VII. New York: Leiden, 1993,

  1. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Jilid III, Jakarta: PT. Ichtiar van Hoeve, 1993

4. Saefudin, Didin, Zaman Keemasan Islam, Jakarta : PT. Grasindo, 2002

5. Syalabi, Sejarah dan kebudayaan Islam Jilid 1, alih bahasa oleh Mukhtar Yahya dan M. Sanusi Latief, Jakarta : Al-Ilusna, 1997

6. Yatim, Badri, Dr. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RAUDHA'AH (SE-SUSUAN) DALAM PANDANGAN ULAMA MADZHAB

Arti mori dalam pengesahan

Khasiat daun ubi jalar